Header Ads

Kasus Kecelakaan Dul Cermin Pentingnya Sistem dalam Keluarga

Mobil Daihatsu Gran Max B 1349 TFM yang bertabrakan dengan mobil Lancer B 80 SAL yang dikemudikan putra bungsu Ahmad Dhani dan Maia Estianty, Abdul Qodir Jaelani dalam kondisi ringsek akibat kecelakaan di Tol Jakarta-Bogor, diamankan di Satlantas Wilayah Jakarta Timur, Minggu (8/9/2013). Kecelakaan yang melibatkan tiga mobil yaitu Mitsubishi Lancer B 80 SAL, Gran Max B 1349 TFN dan Avanza B 1882 UZJ ini mengakibatkan enam orang meninggal dunia dan sebelas orang luka-luka.


SELAHUKH - Kasus kecelakaan maut yang menimpa Abdul Qadir Jaelani alias Dul (13), putra bungsu musisi Ahmad Dhani, dinilai psikolog Kasandra Putranto merupakan cermin pentingnya penerapan sistem dalam keluarga.
Pada kasus Dul, terlepas dari latar belakang keluarganya yang mengalami perceraian, penerapan sistem keluarga mungkin belum berjalan dengan baik. Alhasil, di usia yang masih sangat belia, Dul dapat mengemudikan kendaraan di malam hari tanpa pengawasan orang tua, yang pada akhirnya memicu terjadinya kecelakaan maut yang menewaskan enam orang.   
“Sebetulnya perceraian tidak masalah asal sistem sudah berjalan baik. Kita tidak bisa menyalahkan perceraian orangtua, di tengah masyarakat yang sangat permisif," ungkap Kasandra saat dihubungi di Jakarta Senin (9/9/2013).
Sistem dalam keluarga, terang Kasandra, seyogyanya akan mengajarkan anak untuk hormat dan patuh terhadap peraturan yang ada. Sistem dalam keluarga jugalah yang pertama mengajari anak bertanggung jawab.
Nilai-nilai baik di dalam keluarga pun akan diterapkan seorang anak dalam kehidupan bermasyarakat hingga ia tumbuh dewasa. Keluarga pula, kata Kasandra, yang pertama kali mengajarkan keluarga dan tanggung jawab berjalan seimbang.
“Memiliki kendaraan bermotor berarti siap menerima tanggung jawab yang ada, tidak hanya hati-hati tapi juga cermat. Oleh karena itulah, memiliki kendaraan bermotor tidak sesuai bila belum dewasa,” katanya.
Fenomena anak usia 13 tahun mengemudi dan memiliki kendaraan bermotor, menurut Kasandra, kini sudah dianggap hal biasa. Kondisi ini timbul akibat sistem hukum yang tidak tegas dan masyarakat yang permisif.
Menurutnya, kondisi ini sangat berbeda dengan beberapa negara yang menerapkan hukum ketat terkait kepemilikan dan izin mengendarai kendaraan bermotor. Negara Eropa misalnya, tidak mengizinkan remaja di bawah 16 tahun memiliki SIM atau kendaraan bermotor.
Negara-negara Eropa juga tidak menerapkan pidana atau kurungan apabila melanggar. Sanksi sosial lebih banyak ditekankan sebagai bentuk hukuman. Para pelanggar harus mengakui kesalahan yang dilakukan dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Kasandra mengharapkan, bentuk sanksi seperti ini juga dapat diterapkan di Indonesia.
Menyoal hukuman yang akan diterima, Kasandra menyarankan pihak berwenang mempertimbangkan masa depan Dul yang masih di bawah umur.  Apalagi,  perasaan tertekan pasti dialami selama proses pemeriksaan polisi. Pada saat inilah, seluruh keluarga harus memberi dukungan penuh dan memperbaiki sistem yang ada dalam keluarga.
"Hukuman ini harus bisa memberi pelajaran tidak hanya bagi yang terlibat, tapi juga masyarakat umum,” kata Kasandra.


sumber : kompas
editor : slamet

No comments