CEO Apple Sebut Media Sosial Jadi Alat Pemecah Belah Warga
VIVA – Chief Executive Officer Apple, Tim Cook punya pandangan berbeda dengan isu sensitif hoaks Rusia di Facebook dalam mempengaruhi Pemilu Amerika Serikat pada tahun lalu.
Bos Apple itu berpandangan, isu sebenarnya bukan soal kelompok orang yang membuat iklan hoaks. Menurut dia, isu yang dia tangkap yakni sifat media sosial yang menjadi alat manipulasi dan pemecah belah warga.
"Saya tidak meyakini isu besar ini adalah iklan dari pemerintah luar negeri. Soal itu saya yakini hanya 0,1 persen saja. Isu lebih besarnya adalah beberapa tools media sosial dipakai untuk memecah belah, memanipulasi warga," ujarnya dalam wawancara khusus NBC News, seperti dikutip dari laman The Verge, Kamis 2 November 2017.
Cook menuturkan, media sosial memecah belah warga dengan membuat berita palsu dan disebarkan ke khalayak untuk memengaruhi pikiran mereka. "Isu ini bagi saya adalah nomor 1 dari kemungkinan 10 isu," ujarnya menjelaskan.
Kemenangan Donald Trump saat pemilihan presiden AS kemarin memang masih menjadi pertanyaan besar. Banyak yang menuduh Trump menang akibat 'pertolongan' hoaks yang dibuat oleh Rusia dan disebar di Facebook.
Selama ini memang masih tuduhan namun belakangan Facebook mengakuinya. Platform milik Mark Zuckerberg itu mengaku ada ratusan akun Facebook palsu yang kemungkinan dioperasikan dari Rusia. Ratusan akun palsu itu mengiklankan konten hoaks terkait Pemilu AS, yang mereka buat di Facebook dengan total pengeluaran US$125.500 atau setara Rp1,6 miliar.
Meski jumlah tersebut tergolong masih kecil, namun ini memberikan sedikit bukti bahwa Rusia benar-benar mampu memengaruhi politik di Amerika melalui media sosial. Disinyalir ada 470 akun palsu milik Rusia yang dikendalikan dari 'Ladang hoaks' di St Petersburg. Organisasi di wilayah itu diketahui memang kerap membela posisi pemerintah yang pro-Rusia.
"Secara keseluruhan, total pembelian iklan di Facebook yang dilakukan oleh para akun palsu itu sebanyak 3.000 kali, antara Juli 2015 sampai Mei 2017. Meski tidak secara lugas membahas tentang pemilu, kandidat atau voting, namun artikel yang disebar biasanya berisi pesan yang memecah belah, untuk kemudian bisa digaungkan di platform media sosial," ujar Chief Security Officer Facebook, Alex Stamos, seperti dikutip dari News.com.au.
Selain 470 akun palsu yang dijalankan dari Rusia, Stamos juga mengatakan bahwa penyidik di Facebook menemukan tambahan dana US$50.000 untuk pengeluaran iklan di Facebook dengan durasi 2.200 kali. Akun-akun itu dipastikan berasal dari Rusia. (mus)[Viva]
Post a Comment