Perbedaan Sprindik Setnov yang Pertama dan Kedua
Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka, Senin (6/11/2017). Penetapan Ketua Umum Partai Golkar itu diketahui berdasarkan surat perintah dimulainya penyidikan bernomor B-619/23/11/2017 dengan kop surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat tertanggal 3 November 2017 itu ditandatangani Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman.
Dalam surat dengan nomor sprindik-113/01/10/2017 tersebut, KPK diketahui telah memulai penyidikan terhadap Novanto pada Selasa (31/10). KPK menduga Novanto telah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2012 bersama Anang Sugiana Sudiharjo (Dirut PT Quadra Solution), Andi Agustinus/Andi Narogong (pengusaha) Irman dan Sugiharto (mantan PNS Kemendagri).
Seorang sumber di internal KPK tak menampik ihwal surat tersebut. “Memang suratnya sudah ada. Media kok sudah dapat duluan,” kata sumber internal KPK kepada Tirto, Senin (6/11/2017).
Sumber lain yang dihubungi terpisah, juga tak menampik soal sprindik tersebut. "Bener,”ujarnya sembari mengirimkan sebuah link berita.
Ini menjadi yang kedua kalinya Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, lelaki yang kerap diidentikkan dengan istilah "Papa" ini pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama, pada 17 Juli 2017.
Saat itu Novanto dijerat Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam proses penyidikan sprindik pertama, Novanto tak pernah hadir. Sebabnya, dia terbaring di RS Premiere Jakarta Timur.
Novanto mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Praperadilan itu teregister dalam Nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel di Pengadilan Negeri Jakarata Selatan.
Dalam persidangan yang diketuai Hakim Tunggal Cepi Iskandar, Setya Novanto akhirnya bisa lepas dari jeratan hukum KPK. Hakim Cepi yang mengadili perkara menilai, penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP tidak sah.
Dalam amar putusan, Hakim Cepi menilai KPK tidak menunjukkan proses penyelidikan terhadap Novanto. Menurut Cepi, penetapan tersangka Novanto oleh KPK sudah dilakukan di awal penyidikan. Padahal, penetapan tersangka harusnya dilakukan di akhir tahap penyidikan suatu perkara. Hal itu harus dilakukan untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.
Selain itu, bukti yang diajukan bukan berasal dari tahap penyelidikan dan penyidikan untuk perkara Novanto, tetapi dalam perkara lain. Hakim menilai, hal itu tidak sesuai dengan prosedur penetapan tersangka dalam perundang-undangan maupun SOP KPK.
Akibat penetapan yang tidak sah, majelis hakim memutuskan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Novanto dianggap tidak berlaku. Pengadilan memerintahkan KPK agar penyidikan terhadap Novanto dihentikan.
Ada pun dalam penetapan kali ini, KPK kembali menjerat Novanto dengan pasal yang sama. Hanya satu yang membedakan: penetapan dilakukan di akhir penyidikan. Ini tertulis dengan jelas dalam surat, persisnya di bagian dasar huruf d, e, f.
Huruf d menuliskan tanggal dibuatnya laporan kejadian tindak pidana korupsi (LKTPK) pada 26 Oktober. Sedangkan huruf e menuliskan sprindik baru keluar pada 31 Oktober dengan Nomor sprindik-113/01/10/2017. Dan huruf f menuliskan Nota Dinas Nomor ND-476/23/11/2017 tanggal 1 November perihal dimulainya penyidikan.
Sumber Tirto mengatakan, surat itu menegaskan jika penetapan tersebut dilakukan di akhir penyidikan. “Iya. Itu di akhir penyidikan,” kata dia menegaskan.
Ihwal beredarnya sprindik itu, kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengaku belum menerima surat tersebut. Fredrich pun menanyakan asal-muasal surat. "Terus terang, saya belum terima dan klien saya belum terima itu," kata Fredrich kepada Tirto.
Meski belum menerima, Fredrich mengaku sudah mengetahui beredarnya sprindik itu dari sejumlah awak media. Sebab, kata dia, tidak sedikit awak media yang menanyakan ihwal foto sprindik itu kepada dirinya.
Ditanya ihwal langkah hukum yang akan diambil, Fredrich belum bisa memberi kepastian. Dia baru akan mengambil langkah setelah memiliki surat resmi. Saat ini, Fredrich akan menunggu pengumuman resmi dan tidak akan meminta klarifikasi langsung ke Kuningan.
“Biasanya KPK, kan, pemain sinetron sandiwara," kata Fredrich.
Artikel Asli
Post a Comment